Di Sioban, Kami Terhanyut dalam Persaudaraan Sejati

‘’Sebagai blogger yang lokus tulisan mengusung brand laki-lako-jalan-jalan; saya paling suka untuk berkelana ke tempat yang baru.
Berkenalan dengan orang baru; baku kenal-baku sapa dan syukur-syukur jika baku sayang’’.




 Perjalanan menuju Sioban.

Dalam pertemuan bersama di Stasi Matobe pada Sabtu, 5 Mei 2018 kali lalu, kami bersepakat untuk melakukan kunjungan ke Paroki St. Yosef Sioban. Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat keakraban dengan rekan-rekan OMK. Buntut dari kesepakatan itu, kami pun tertantang untuk pergi ke Sioban, Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Agenda kunjungan kali ini, selain untuk memperkuat persaudaraan sesama orang muda, namun pertemuan yang singkat itu dilakukan juga dalam agenda besar untuk latihan koor bersama menuju kegiatan temu akrab Orang Muda Katolik se-Keuskupan Padang di Paroki Air Molek, Riau bulan Juni yang akan datang.

Di Sabtu, 19 Mei 2018 itu, langit siang di Bumi Sipora tampil dengan mentari yang ganas. Usai kami mengikuti acara wisuda TK St. Petrus dan pesta perpisahan kelas VI SD St. Petrus Tuapejat, kami bersiap-siap menuju Sioban.

Bahkan, saking antusiasnya kami menuju ke Sioban, panggung dan aksesoris pentas perpisahan lainnya belum rampung untuk dibereskan, kami sudah memilih angkat kaki. Hanya terdapat beberapa rekan-rekan guru yang sibuk membereskan panggung dan halaman yang penuh dengan sampah yang berserakan, dan maafkan kami yang pergi begitu saja. Smile! 

Berdasarkan kesepakatan sesama rekan orang muda, seluruh anggota rombongan berkumpul di SMP St. Petrus Tuapejat. Kami pun bergegas menuju SMP St. Petrus. Di SMP sudah ada sebagian anggota rombongan yang sudah tiba. Sembari menanti rekan-rekan muda yang lain, saya memilih menyandarkan badan di dinding dan menikmati adegan demi adegan dari acara lawak pada salah satu TV nasional.

Ketika semua anggota rombongan tiba di SMP, perjalanan pun dimulai. Dalam perjalanan kali ini, kami memilih menggunakan kendaraan roda dua. Setidaknya kami membutuhkan 7 kendaraan dengan total peserta yang bergabung sebanyak 14 orang.

Tepat pkl.16.20 WIB, kuda besi yang kami tunggangi melangkah pergi. Usai mengisi bahan bakar di pertamina, perlahan-lahan kami tancap gas dan melaju kencang dari KM 10.

Perjalanan kali ini, kami mengunakan motor trail. Sensasi perjalanan kami pun semakin menarik. Kuda besi yang kami pakai klop dengan medan trans Sipora yang cukup menantang. Jalanan lintas Tuapejat menuju Sioban masih ada yang belum tuntas dikerjakan. Kondisi ini tentu menganggu kenyamanan pengguna jalan. Jika kondisi lagi hujan maka Anda akan disuguhkan jalanan yang berlumpur. Siap-siap tenaga Anda akan terkuras.

Tapi, dalam perjalanan kami didukung dengan kondisi jalan yang cukup baik, jalanan tidak berlumpur. Meski kondisi jalan yang sebagiannya bebatuan dan dihiasi oleh lubang yang menganga, perjalanan tetap dinikmati. Seperti kopi, perjalanan itu harus diseruput.

Setiap masuk di jalan yang rusak harus diimbangi dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi. Tubuhku merasa gemetar saat ban kendaraan masuk di turunan sebelum masuk kampung Rokot. Di sini termasuk titik terparah. Jika musim hujan, pengendara bermotor sering kesusahan saat memasuki jalur ini.

Usai bercumbu dengan perjalanan yang cukup memakan energi, kami berhenti dipinggir jalan. Romantisme perjalanan jauh harus bisa dinikmati dengan hal-hal kecil, bisa saja engkau menepi ditepi jalan-memesan kopi-menikmati sebatang rokok sembari bercanda ria dengan kaup pacar tow? Sedangkan yang jomblo banyak-banyak minum air putih. Smile! 

Setelah istirahat sejenak di Kampung Rokot, perjalanan kami lanjutkan. Di Rokot, kita bisa memilih jalur alternatif di tepi laut. Kondisi jalan yang sebagian besar rusak parah setelah kampung Rokot menjadi batu sandungan tersendiri bagi para pengguna jalan. Jangan heran, saat air laut lagi surut, penggendara kendaraan roda dua memilih melewati jalur tepi laut.

Di sini, kita memacu kendaraan di tepi laut dengan jarak yang lebih kurang 3 KM. Menarik tentunya. Kendaraan kita berjibaku dengan ombak yang memecah kesunyian pantai. Bulir-bulir pasir yang halus memanjakan roda kendaraan kami. Perjalanan pun terasa lebih cepat hingga tiba di kampung Matobe.

Tergoda oleh keindahan tepi pantai yang menawan, saya mengambil smartphone Xiomi saya dan merekam perjalanan di tepi laut itu (videonya bisa dilihat di FB saya, red). Masa muda itu harus dirayakan. Setiap moment yang menarik pun harus dikenang.

Semilir angin pantai yang dicampuri dengan ombak yang teduh membawa kami sampai di pelataran kampung Matobe. Dari kampung Matobe, jarak menuju Sioban makin dekat.  

Rentetan perjalanan yang menguras tenaga itu berbuah dengan nyaman dan lancarnya perjalanan kami. Kami tiba di pastoran Paroki St. Yosef Sioban tepat pkl. 17.52 WIB. Pastor Ris dan beberapa kawan OMK menyambut kedatangan kami.

Usai memarkirkan kendaraan, sejenak kami ngobrol ngalur-ngidul untuk menceritakan perjalanan yang kami lakukan. Termasuk memberi 1001 alasan mengapa kami terlambat tiba di Sioban.

Terbuai dalam obrolan panjang, tidak terasa senja kembali ke peraduan. Kami beranjak dari ruang keakraban untuk membasahi tubuh dan membersihkan diri.

Sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah dibuat, malamnya kami dari OMK Paroki St. Petrus Tuapejat melakukan kegiatan latihan koor bersama  dengan OMK Paroki St. Yosef Sioban.

Baku Kenal-Baku Sapa-Baku Sayang

Langit malam kembali hadir untuk menjalankan tugas. Tepat pkl. 19.35 WIB, suhu di selatan Pulau Sipora itu cukup gerah. Dari balik jendela, saya melihat bintang malam tersenyum merona. Tampilannya seperti senyuman dari seorang nona manis yang meruntai dengan bibir yang mengoda. 

Makanan bisa menyatukan sesama saudara. 

Kegiatan pun kami lanjutkan. Usai mengisi kampung tengah, perlahan-lahan kami bergegas menuju Gereja. Di Gereja, teman-teman OMK sudah mulai tumpah ruah untuk mengikuti kegiatan.

Dalam sambutan singkat dari Pastor Ris, ia menandaskan bahwa temu akrab OMK Tuapejat dan OMK Sioban sebagai ajang untuk memperkokoh persaudaraan.

Bagi imam asal Maumere, Flores-NTT itu, sangat penting untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Bahwa, sebagai sesama saudara dalam Kristus kita perlu dibekali dengan spirit untuk memperkokoh fraternitas.

Sesuai dengan jadwal yang dibuat, kami melanjutkan kegiatan malam itu dengan latihan koor. Semangat membara yang ditularkan oleh pelatih koor sekaligus menjabat sebagai Ketua OMK Paroki Sioban, Bang Marko itu menuntun kami dalam alunan nada yang perlahan-lahan kami harus kuasai.

Di kegiatan pamungkas, masing-masing kami memperkenalkan diri. Saya kembali disadarkan oleh pepatah klasik; tak kenal maka tak sayang, dikenal maka disayang. Siapa tahu setelah berkenalan, ada nona-nona yang minta nomor HP. Eh, hitung-hitung itu sebagai bonus dari sebuah ruang keakraban.

Langit malam kembali meninggi, jarum jam menunjuk pkl. 23.45 WIB. Bintang-bintang mulai hilang. Tinggal bulan yang tetap setia menghiasi malam di Bumi Sipora Selatan. Kami pun beranjak ke tempat tidur, dan kembali berlabuh menuju pelabuhan mimpi.

Malam itu kami terhanyut dalam mimpi dan harapan. Tentang apa dan bagaimana yang perlu kita lakukan untuk Gereja dan Tanah Air. Untuk masa depan tanah ini.

Dan, setiap pertemuan selalu meninggalkan catatan kenangan. Potret-potret yang terekam dengan apik dibalik lensa adalah untaian kenangan yang perlu dirawat.


Eh, entah apa yang direbut. Smile!

Saya suka suka jalan-jalan, suka pergi ke tempat yang baru. Berkenalan dengan orang-orang baru, lalu baku kenal-baku tegur dan bisa jadi baku sayang. Jika proses itu sudah kau dapati semua, pulanglah! Biar kau tahu nikmatnya jalan pulang, maka pergilah sejauh mungkin!




Post a Comment

0 Comments