Ivan
Nestorman, seorang musisi berbakat asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur sudah
tidak asing lagi dalam blantika musik NTT
dan Indonesia tentunya. Ia sering manggung
di layar kaca dan di luar negeri. Tentu, hal ini merupakan kebanggan terbesar
bagi orang NTT, bahwa dari bumi Flobamorata lahir musisi besar sekaliber Ivan
Nestorman.
Lagu Mogi Deo Keze Walo, sebuah lagu yang
judulnya diambil dari nama sang isteri, Katarina Mogi masuk dalam nominasi pada
2016 kali lalu. Melalui lagu Mogi, Ivan Nestorman masuk dalam daftar
nominasi Anugerah Musik Indonesia untuk kategori folk song.
Bagi
Ivan Man, hal ini tentu sebuah pencapaian dalam kariernya bermusik. Apalagi
lagu Mogi sudah menjadi lagu yang
disukai banyak orang. Lagu rakyat. Familiar dalam telinga orang NTT.
Lagu
Mogi memang sudah mengudara. Saya
yakin, sebentar lagi ia akan menyusul lagu Gemu
Fa Mi Re yang lebih dulu dikenal publik tanah air. Di NTT, lagu Mogi dinyanyikan oleh semua kalangan
dari berbagai tingkatan usia. Di Manggarai sendiri, lagu Mogi telah menjadi
seperti “menu”;
yang siap disajikan setiap ada pesta. Rasanya tak lengkap, bila Mogi absen dari list musik opreter.
Hehehe,,,,batu melayang di atas atap kemah, saat Mogi tidak diputar oleh opreter.
Saking terkenalnya lagu ini, sampai ada juga
penyanyi yang nekat membajaknya, merekam ulang, mengedarkannya sendiri, dan memetik
pujian karenanya. Lucunya, dalam versi
itu liriknya dinyanyikan dengan salah.
Kali
ini, saya tidak mengkritik mengenai aliran musik noe tradisi-nya om Ivan Man,
soalnya kemampuan bermusik saya lemah. Menjadi penikmat saja sudah lebih dari
cukup.
Neo
tradisi merupakan aliran musik yang diusung oleh Ivan Nestorman kini. Menurutnya,
musik yang beraliran neotradisi, di mana ia mengadopsi ritme Flores dengan
ekspresi baru yang mempedulikan rasa kekinian dan terasa relevansi
universalnya. Sedangkan flavornya akan dijumpai berunsurkan Jazz,
etnis dan tropis (Armin Bell, Flores Post; 22 Februari 2017, Ivan Man itu
Musisi Hebat: Lagu Mogi, Award dan Musik Neo Tradisi).
Legit kat ta, saya juga kurang paham tentang
musik neo tradisi. Tapi, yang pasti unsur ke-NTT-an nampak dalam setiap karya
om Ivan Man. Soal ini, saya angkat topi. Salut dan bangga atas setiap karya
besarnya.
Tentang
lagu Mogi ini yang menarik, membuat
saya terusik hingga bermuara pada rindu untuk kembali. Pada Sabtu, 11 November
2017, Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai mengadakan Lomba Cuci Tangan
Pakai Sabun tingkat SD. Kompetisi yang diadakan guna memeriahkan HKN itu
diadakan di dusun Mapadegat Kecamatan Sipora Utara. Kebetulan, sekolah kami
ikut dalam perlombaan.
Mengenai
lomba CPTS-nya, saya tidak bahas lebih detail. Pasalnya, kita sudah lihai
mencuci tangan. Hehehe,,,,iya tow????? Yang menarik, dalam kompetisi ini adalah
munculnya segerombolan ibu-ibu yang ikut gosok lantai (goyang) diringi Lagu Mogi. Hala keraeng (logat pejawa),
hehehe,,,,,,bangga bukan. Meski bukan versi asli dari Ivan Man yang diputar,
tapi versinya nana Mario G. Klau, yang orang Belu itu. Jujur, sebagai putra
Congka Sae yang berada di Bumi Sikerei, kami turut bangga.
Bangga.
Hidung saya tambah besar. Begitu juga hidung-nya kawan saya, Pak Fabian. Saat
kami menonton video-nya (bisa dilihat di linimasa FB saya), rindu membawa pergi untuk kembali. Seketika
itu juga, kami terus-terusan memutar lagu Mogi
asli (bukan bajakan, red) seperti yang ada dalam album The Cape of Flower.
Sayangnya, tak ada kopi Flores untuk mengiringi alunan lagu Mogi.
Mogi, nona cantik yang lahir dari
Bumi Flobamora telah melalang buana hingga ke negeri seribu tabib. Nan-jauh ia
melangkah, mengelegar ke angkasa raya. Membawa decak kagum. Dengan memutar lagu
Mogi
saja sudah mengundang rasa bangga. Apalagi jikalau iramanya membuat
orang bergoyang ke kiri-kanan. Membuat orang riang-gembira. Lengkap sudah rasa
bangganya.
Saya
bangga. Kita semua bangga. Flobamora bangga. Terima kasih Ivan Nestorman. Sudah
mengangkat kekayaan daerah. Musik neo tradisi-nya maju terus. Semoga lagu Mogi-nya tetap menjadi lagu rakyat.
0 Comments