Kesibukan diujung meja tak pernah usai. Administrasi
melilit tubuh yang berdiri tegak depan papan putih. Silih berganti kertas putih
menghampiri, lengkapi berbagai ini-itunya proyek panjang pembangunan manusia.
Ada waktunya rasa lelah menghampiri. Kala rasa bercucuran peluh, adalah suatu
kode untuk segera menepi. Istirahatlah dan menyingkirlah ke gubuk tua.
Malam ini, sebenarnya rasa lelah kembali mampir.
Apalagi saat dipandangi tangan-tangan kasar penuh dengan tinta spidol. Sejenak
ku membersihkannya. Namun, saking terhinanya, tetap masih ada saja tinta yang
tersisa. Padahal, sudah sering dibersihkan. Dasar tinta sialan, gumamku dalam hati.
Kembali lagi, soal menepi dari kerjaan mengajar.
Mengajar ya, bukan menghajar? Lelahnya dapat. Maka, proyek menulis adalah
pilihan, sekedar untuk membunuh kejenuhan. Bukan hanya terpaut untuk mencari sensasi, tapi ada esensi untuk
menginspirasi. Sebab, proyek menulis itu proyek keabadaian. Begitu sabda dari
Pramodeya Ananta Toer. Menulislah.
Tentang jemari yang tak henti untuk kembali menari
diatas papan keyboard. Merangkai kata demi kata, menjahit tulisan untuk melawan
rasa jenuh. Membunuh jenuh ditengah maraknya kesibukan guru di ujung pulau. Acap kali menjadi pendidik
di tepi pulau menemukan kejenuhan. Entah kenapa, yang pasti cukup melelahkan.
Hehehe,,,mungkin pengaruh kurang piknik.
Tidurlah sebentar. Engkau bisa memilih berbantalkan buku
pada meja tua yang ada didepanmu. Dapat pula engkau bercumbu dengan gelas lusuh
yang berisi air hitam pekat nan-lekat. Kopi namanya.
Meski bukan kopi ayakan sang bunda, tapi rasanya
sebelas-duabelas. Warnanya juga hampir sama, meski sedikit kurang hitam seperti kopi Congka Sae. Minimal, bisa sekedar membunuh kerinduan yang sudah menghampiri puncak. Ibarat bom
waktu, rasa rindu ini akan ada waktunya untuk meledak. Mengelegar angkasa raya, menghantam badai rindu.
Ketika fajar menjemput, bersyukurlah dan nikmati pancaran mentari di ufuk timur. Lanjutlah langkah kaki yang
telah dipilih. Semoga saja dipucuk senja kita dapat kembali memetik asa. Biar
kembali memungut kata-kata yang sudah lama tercecer, yang hilang dibawa rasa.
Lalu, ketika senja tiba. Semoga saja akan ada orang yang menelpon dan
mengabari bahwa kopi ayakannya sudah tiba. Bila berita itu menghampiri, maka
rasa ini akan sirna. Pergi bersama lelah
diujung meja. Percayalah. Raga ini hanya membutuhkan kopi ayakannya.
0 Comments