Pipi dalam kesempatan menari pada
Upacara Kemerdekaan tingkat Kecamatan Rana Mese-Manggarai Timur.
Pada 6 Juni 2007,
kebahagian keluarga kami bertambah. Si bungsu yang kami tunggu-tunggu lahir. Ia
termasuk deretan anak kota, sebab ia lahir di RSUD Ben Mboi Ruteng. Kami
berempat lahir di kampung. Ipong, Ilak dan saya sendiri lahir di Lalang, tempat
pertama Bapak Sebas mengajar dulu, sedangkan Elan lahir di Golo Mongkok. Tempat
yang menjadi rumah terakhir kami sekarang.
Ia diberi nama Yohana
Dwilivianey Jumpar. Ia dipanggil Liviany. Badannya gembrot. Wajahnya seperti
Bapak Sebas, dengan warna kulit putih, rambut lurus dan dahi yang melebar.
Sayang, hidungnya tidak semancung hidung saya. Iya to?
Kehadiran Liviany semakin
menambah keriuhan keluarga kecil kami. Pasukan
Kartini dalam keluarga semakin kuat. Tentu,
kehadiranya juga sesekali bisa membantu mama
cuci piring di dapur.
Sebagai anak bungsu,
Livi yang biasa kami panggil Pipi termasuk yang paling rewel. Saat ada
mau-maunya, ia selalu merengek ke bapa atau mama. Bila sudah beraksi demikian,
itu artinya tidak ada lagi pilihan lain. Harus dipenuhi. Titik! Tidak bisa
tidak.
Kadang-kadang ia usil.
Suka menganggu dan mengejek yang lain. Di rumah, ia termasuk orang yang kocak.
Ia suka menciptakan moment yang pas. Jika ada orang rumah yang sedang darting
(darah tinggi, red), ia akan mengalihkan moment dengan candaan yang menggelitik.
Nuansa tegang pun kembali normal.
Pola komunikasi yang
blak-blakan adalah kekhasan si bungsu. Ia akan menyindir orang yang
bersangkutan, ketika menurutnya ada sesuatu yang janggal. Pipi pun pernah
menyemprot pacar saya. Pacar yang sudah jadi mantan. Hehehe. Entahlah, saya
sudah lupa dengan isi pembicaraanya saat itu.
Di dalam rumah, Pipi
juga tidak segan-segan untuk menyemprot Bapak atau Mama. Ia akan mengelak, saat
Mama hendak menyuruh melakukan suatu
aktivitas. “Ew mama aew, ngonde ketak
kaku”. Kalau sudah begitu haram hukumnya untuk angkat bicara lebih jauh. “Jera kad anakm sot iwod pe, bang ee, jera aku terus kad.” Hehe, itu
jawaban lanjutan dari jawaban yang pertama. Jika sudah demikian, pilihan
terbaik ialah menghindar. Biarkan ia lanjut untuk berkotbah.
Kalau sudah begini, itu artinya "neka cegot".
Ia pun tidak takut
dengan si sulung, Ka Ipong. Padahal, saya, Ilak dan Elan rada-rada takut dengan
Ipong. Meski sering mendapat semprot, ia akan berkilah untuk membela kekeliruannya.
Sekarang ia sudah kelas
enam. Sayang, ia termasuk anak yang agak malas belajar. TV menjadi buku
keduanya setelah buku pelajaran. Apabila ia sudah duduk manis depan TV, tak ada
satu orang pun yang boleh menggangu. Ia akan berontak. Apalagi jika ada orang
yang hendak merebut remot dari tangannya, niscaya ia tidak akan merelakan remot
TV jatuh ke tangan orang lain. Hadeh. Jika sudah begitu, biarkan ia terhanyut
dalam ragam adegan film animasi kesukaannya. Jangan harap rayuan maut mampu
mengalihkannya dari aktivitasnya menonton TV. Bagi saya, ia salah satu pecinta
Upin-Ipin garis keras. Hehehe.
Ia sekarang sudah
berusia 11 tahun. Sudah kelas enam SD dan sebentar lagi akan masuk SMP. Berat
badannya semakin bertambah gendut. Gembrot. Sebelum saya ke Padang, saya ngos-ngosan jika
hendak mengendongnya. Biasanya, kalau saya pulang rumah pasti ada saatnya untuk
mengendong Pipi. Ya, ungkapan kasih sayang dan kerinduan.
3 bulan lagi, ia akan
menempuh UN. Ia pasti sedang kebut-kebutan untuk belajar. Kami percaya ia bisa.
Beberapa kali saya paksakan dia untuk SMP di Kota Dingin Ruteng, sebisa mungkin
mengenyam pendidikan di SMP Fransiskus Xaverius. Biar ia merasakan sensasinya
sebagai warga asrama. Belajar mandiri juga. Hehe, yang pasti tidak seperti
kisah kelamnya si sulung, Ipong. Setahun
di SMP Imakulata Ruteng lalu pindah di
SMP Stanislaus Borong. Katanya sih, tidak cocok dengan iklim Ruteng yang dingin matipunya, tapi bagi saya itu alasan
untuk membela diri. Akan tetapi, mama adalah alasan dibalik mutasi
sekolah ke Borong kala itu .
Sebagai anak bungsu,
Pipi adalah harapan kami. Tutup kartu dalam keluarga. Segala harapan tentu
tergantung dalam dirinya. Saya percaya ia akan menjadi besar. Hal itu termaktub
dalam kegigihan dan konsistensinya dalam berbagai aktivitas positif di sekolah
dan Gereja. Misdinar, penari dan sesekali ikut AMC.
Satu lagi, sekarang ia
sudah mulai utak-atik media sosial, facebook.
Selamat ya. Jangan lupa belajar. Sukses untuk persiapan menyambut Ujian
Nasional. Ayo belajar. Buktikan pada Bapak Sebas dan Mama Sisi, bahwa kamu
bisa. Mari buat mereka tersenyum sumringah.
Salam rindu dari Bumi Mentawai,
negeri-nya para tabib.
0 Comments