Jejak Kenangan di Kota Ruteng



Pesona Kota Ruteng (foto:google)

Sejauh kaki melangkah akan banyak kisah dilalui, ada kucuran keringat membasahi tubuh. Untuk sebuah keberhasilan membutuhkan sebuah daya juang yang tinggi. Ragam perjumpaan dan kenangan berjalan bersama dengan pahit-manis perjuangan,  dan selanjutnya  saya sarankan untuk pergilah ke tempat manapun yang ingin kau kunjungi di dunia, akan tetapi jika kau lelah, pulanglah!

Kali ini, saya lagi lelah. Saat saya terbangun dari tidur, ternyata sudah malam, dan malam minggu lagi. Saya rindu  pulang. Saya rindu pulang ke Ruteng. Saya Rindu kompiang tarsannya.  Saya ingin menulis tentang Ruteng dan kenangannya. Saya rindu mantan-mantan saya yang ada di Ruteng. Aiiii,,,,,,,

Ruteng, sebuah kota di dataran tinggi Flores, NTT merupakan ibukota kabupaten Manggarai. Kota 1000 Gereja ini menempel di lereng landai sisi utara deretan pegunungan hijau Mandosawu, tepatnya pada ketinggian 1.200 Mdpl.

Suhu udara di kota yang memiliki oleh-oleh khasnya bernama kompiang ini berkisar antara 13°C - 25°C dengan tingkat kelembaban mencapai  90 %. Selain suhu yang sangat dingin, Ruteng adalah kota hujan dengan intensitas yang cukup tinggi yakni 3,340 mm/tahun. Kalau sudah dureng melanda Ruteng, engko matisudah.

Bagi saya, Ruteng itu bagian dari jiwa saya. Sebagian masa muda saya habiskan untuk mengais harapan dan kenangan di kota itu.  5 tahun saya menapaki setiap lorong di kota yang berada dibawah kaki pegunungan Mandosawu. Kota yang benar-benar eksotis.

Di Kota ini, saya menempuh studi perguruan tinggi, dan sekarang Ruteng memiliki 4 perguruan tinggi, yaitu STKIP St. Paulus Ruteng, STIKES St. Paulus Ruteng, STIPAS St. Sirilius Ruteng dan STIE Karya Ruteng. Saya sendiri alumni PGSD STKIP St. Paulus Ruteng.

Kos di Kampung Tenda
Sebagain besar mahasiswa STKIP St. Paulus Ruteng memilih menetap di Tenda. Tenda masuk dalam pilihan tempat tinggal yang tepat. Letak yang strategis dan dekat dengan kampus menjadi alasan bagi sebagian orang. Lahan STKIP juga masuk dalam ulayat Gendang Tenda.

Hampir setiap orang di Tenda memiliki usaha indekos. Geliat ekonomi tumbuh sumbur. Tentu, itu berita mengairahkan bagi kemajuan ekonomi daerah, bahwa ada hubungan timbal balik antara adanya lembaga pendidikan tinggi dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Saya pikir ini plusnya kita memiliki kampus di daerah kita sendiri. Uang putra daerah  tidak dibawah keluar.

Saya sendiri menetap di kompleks Gendang Tenda. Saya menetap bersama dengan  warga kos lainnya. Beberapa nama yang pernah tinggal bersama saya, Yopi Ladjar, Jan Bagur, Kaka Dela, Via, Encik Dinarti, Elvan Duin, Santi  dan Asni Suriany.


Teman-teman seperjuangan di kos dulu.
 
Sebelumnya, izinkan saya untuk jelaskan sedikit soal sa pu kawan-kawan kos. Hehehe. Yopi Ladjar pada akhirnya terlibat dalam cinlok(cinta lokasi, red), pacar lima langkah dengan enu Vhia dari Wae Kesambi. Pesona enu molas, ranga neho lasar pandang agu pacu neho lasar pau dari Bumi Komodo berhasil  memikat hati dari Yopi, reba Mamba, Elar Selatan. Sekarang mereka membentuk rumah tangga bahagia dan memiliki buah hati. Mereka menepi dari kebisingan kota dengan menjadi pendidik di pedalaman Elar Selatan, Manggarai Timur. Mereka pasti bahagia.

Sementara itu, ibu Enchyk Dinarty, enu dari Rentung, Cancar yang juga  teman sekamar dari Via pada akhirnya menikah dengan Ka Icon setelah tamat kuliah. Ka Ichon sendiri berasal dari Lolang, Satar Mese Barat. Encik juga menjadi teman se-periuk saya selama berada di kos. Ia cukup cerewet soal urusan kampung tengah. Akan terjadi perang dunia ke-3 jika lauk yang ia masak habis disantap. Saat ini, mereka menetap di Lolang dan dikarunia seorang buah hati , enu Aini.   

Oh ya, untuk warga kos yang lain saya tidak perlu deskripsikan disini. Waktu tidak cukup. Tidak penting juga. Peace. Lain waktu kita ngopi bareng lagi, ditemani dengan kopi panas dan tete daeng-nya Ende Oja. Hehehe.

STKIP St. Paulus Ruteng
STKIP St. Paulus Ruteng termasuk salah satu lembaga perguruan tinggi favorit di wilayah Nusa Lale. Animo orang Manggarai untuk menjadi guru masih tinggi. Untuk membuktikan ini, saya tidak perlu membuat survei untuk menguji benar-tidaknya argumentasi saya. Saya sarankan engkau cukup datang dan meminta data jumlah mahasiswa setiap tahun di Sekretariat Umum STKIP, selanjutnya membuat kesimpulan sendiri. Itung-itungan, itu kaup kerja sedikit tow? Hehehe.

Sebagai perguruan tinggi Katolik, STKIP termasuk kampus yang religius. 

Di tengah kampus, kita dapat menemukan kapela tua yang berdiri kokoh. Tampak depan kapela tumbuh subur pohon cemara. Ia selalu menciptakan keteduhan dan kedamaian bagi seluruh civitas akademika STKIP. Kami jarang parkir depan kapela, soalnya itu wilayah kekuasaannya anak Teologi dan Inggris. Iya tow? Anak PGSD biasanya mangkal di parkiran depan STKIP atau juga depan Bank NTT. 


                                              
   Kapela STKIP ST. Paulus Ruteng 

Letak yang strategis ditengah jalan sentral Kota Ruteng membuat STKIP enak dipandang mata. STKIP juga sering jadi “terminal bayangan” bagi orang-orang dari kampung. Jika sudah mulai rada-rada lupa dengan tempat tujuan saat ke Ruteng, pilihan yang tepat merupakan turun depan STKIP St. Paulus Ruteng. STKIP terlampau tenar di kampung-kampung. Begitu sudah.  

Marga PMKRI Cabang Ruteng St. Agustinus Ruteng
Pada tingkat 3, saya memutuskan untuk bergabung dengan PMKRI Cabang Ruteng. Pemicunya diakibatkan oleh kekaguman saya dengan konsep dan gagasan senior-senior di Forum Pemuda Peduli Manggarai Timur (FP2MARITIM) Ruteng. Usai saya telusuri ternyata mereka kader-kader besutan PMKRI Ruteng. 

Suatu kesempatan di Marga PMKRI Ruteng.


Jujur, melihat mereka saya memutuskan untuk bergabung. Saya mengikuti jenjang formal organisasi melalui MPAB di Aula Asumpta Paroki Katedral Ruteng. Sejak saat itu, saya memahami PMKRI sebagai rumah perjuangan untuk terlibat dan berjuang pada kaum tertindas. Saya juga menjadikan PMKRI sebagai kampus kedua. Rumah pengembangan khazanah berpikir.

Rumah itu bernama margasiswa. Rumah dari sekumpulan pemuda gila. Dari sanalah mereka mulai berpikir untuk mendayung samudera luas kehidupan. Diskusi alot mewarnai perjumpaan kami di gubuk tua belakang katedral lama. Tempat yang strategis nan-religius. Pasalnya, diapiti oleh lembaga-lembaga pendidikan Katolik.

Sesekali, saya sarankan kamu untuk main ke sana. Engkau akan jatuh hati dan memilih untuk bergabung. Percaya deh.

Ruteng, Terima Kasih Kenangannya
Pada akhirnya, Ruteng tetap dihati. Kenangan akan kebersamaan dan cintanya tetap ada dalam jiwa. Demikian juga dengan rasa sakit ditinggal pacar akan terbawa oleh dureng yang bikin engkau menyerah. Saya yakin kalau lagi dureng di Ruteng, engko pasti kehabisan stok CD. Iya tow?

 Hanya di Ruteng engkau temukan bunyi lonceng gereja bersamaan dengan bunyi beduk dari masjid. Toleransi yang kuat.  

Ruteng termasuk  kota yang eksotis, kota 1000 Gereja dan 1000 biara. Engkau harus ke Ruteng. Rasakan dinginnya. Alam dan budaya melebur dalam cinta yang tulus. Orang-orang yang ramah. Kopi pagi yang nikmat. Sekali lagi, engkau harus ke sana.  

Di Ruteng juga, engkau dapat menjajaki beberapa destinasi wisata. Gua Maria Golo Curu, Kampung Adat Ruteng Pu’u, Gereja Katedral Lama dan sesekali mainlah ke arah timur Bandara Frans Sales Lega. Disitu, engkau akan menyaksikan peradaban orang Manggarai, sawah lodok Lingko Ratung. Ayo ke Ruteng.


 Sawah lodok diujung timur Bandara Frans Sales Lega.

Post a Comment

0 Comments