Menjajaki kampung pedalaman di Pulau Sipora (foto; dok.erik jumpar)
Sebuah perjalanan merupakan sebuah jejak. Pada setiap derap langkah akan ada jejak yang membekas.
Seorang petualang selalu meninggalkan jejak-jejak pada tempat ia pernah berkelana. Jejak sebagai bukti bahwa ia pernah menginjakkan kaki pada tempat yang pernah didatangi.
Jejak-jejak itu pula yang mengukir sebuah kenangan. Pahit dan manis, baik dan buruk tetap dilalui sebagai sebuah kenangan. Ia selalu menumbuhkan harapan pada setiap derap langkah kaki yang terus diusahakan.
Sudah hampir dua tahun perjalanan saya di sini. Selama itu jua, kaki terus menjajaki peluang dan kenangan selama bertualang di sini.
Selama di Mentawai, negeri yang dijuluki sebagai Bumi Sikerei, ada berjuta kenangan terukir dalam setiap perjalanan panjang menuju puncak harapan.
Sebagai perantau, hidup di tanah orang tentu sensasinya lebih kerasa. Suka tidak suka, mau tidak mau, itu sudah menjadi konsekuensi logis dari sebuah perjalanan.
Makan kadang susah. Begitu juga dengan menu makanan yang ala kadarnya. Ditambah lagi dengan harga kebutuhan pokok di sini yang melambung tinggi.
Bahkan untuk pergi ke mana saja kita perlu pikir masak-masak. Pasalnya, akan ada pundi-pundi rupiah yang dikeluarkan.
Karena itu jua, saya sering memilih untuk menikmati ruang sunyi. Saya sering menepi dalam kamar dengan sejuta sensasi yang tak perlu dihindari
Saya sering menyeruput kopi dan novel yang dipinjamkan pada salah satu orang tua dari anak didik saya. Saya tentu bersyukur karena orang tua dari salah satu anak murid saya memiliki koleksi novel yang cukup banyak. Sudah 8 novel yang sudah saya lahap berkat pinjaman yang tak perlu mengeluarkan kocek tadi.
Sementara untuk meninggalkan jejak cukup dengan memanfaatkan kegiatan yang tak perlu merogoh kocek. Kunjungan sosial Gereja ke tempat yang baru, misalnya. Momentum seperti ini tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar. Sebagai partisan saja, kita akan melangkah dan mengukir jejak-jejak kenangan pada tempat yang kita datangi.
Petualang tentu juga harus jatuh cinta. Toh, tidak ada undang-undang yang mengatur perantau untuk tidak boleh jatuh cinta.
Ketika bertualang di sini, jejak cinta juga pernah saya alami. Sayang sudah sebulan yang lalu sudah berpisah.
Ada berbagai alasan yang membuat hubungan itu kandas di tengah jalan. Mulai dari pilihan, harapan dan tentu spirit yang tidak lagi sama.
Jika sudah demikian, memilih untuk menyudahi hubungan itu lebih berharga dari segalanya. Sebab memaksakan kehendak untuk melawan arus akan memperuncing peliknya sebuah jejak perjalanan.
Sudah malam. Esok kembali berjalan menuju awal pekan untuk kembali berbakti. Di depan papan putih akan kembali mengukir jejak-jejak kenangan dan cinta.
Petualang, pergilah untuk pulang. Menghilang dari jejak semula lalu temukan arti dari sebuah perjalanan. Akhirnya, bertualanglah agar engkau tahu nikmatnya pulang.
0 Comments