Kultur Timur yang Tak Luntur



Situasi ketika goyang Poco-Poco.

Sejak Sabtu (5/10/2018) hingga Minggu (6/10/18), keluarga besar Rukun Antar Keluarga Indonesia Timur (RAKIT) Tuapejat dan Sioban, Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat terhanyut dalam kesibukan yang cukup padat.

Sabtu sore usai pulang sekolah, kami langsung bergegas ke Hotel Turonia untuk membantu persiapan acara pernikahan dari salah satu anggota Rakit. Di sana sebagian besar keluarga Indonesia Timur sudah berkumpul.

Kali ini, keluarga besar Rakit sedang antusias untuk terlibat menyukseskan acara pernikahan bang Samuel dan Kaka Helen.

Bang Samuel berasal dari Ambon, Maluku. Darah Maluku mengalir dalam tubuhnya. Ia pengajar pada salah satu lembaga pendidikan menengah atas di Tuapejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara istrinya darah campuran Manado dan Batak.

Sebagai organisasi diaspora, RAKIT merupakan rumah bersama perantau timur Indonesia di Bumi Sikerei. Rakit juga sebagai tempat konsolidasi bersama saat ada acara besar orang Timur seperti pernikahan misalnya.

Di dalam Rakit, ragam latar belakang suku, ras, warna kulit dan agama memilih untuk bergabung bersama. Baku dapat juga baku kenal untuk berbagi rasa sebagai sesama perantau.

Goyang Poco-Poco dan Gemu Fa Mi Re

Bang Jenap sedang menyanyikan lagu Poco-Poco

Orang Timur termasuk tukang pesta. Jika tidak ada pesta, orang timur akan bikin pesta sendiri. Ya, Orang Timur memang suka berpesta.

Di Flores sana, pesta bagian dari hiburan satu-satunya. Jika musim pesta, orang-orang akan berbondong-bondong datang mengikuti acara tersebut.

Pesta orang Timur akan ramai dengan suguhan goyang demi goyang. Poco-Poco, Rokatenda, Tobelo. Ada juga Goyang Gemu Fa Mi Re yang baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari MURI sebagai goyang massal dengan kategori jumlah peserta terbanyak secara serempak. Ini akan menambah daftar kekayaan budaya orang Timur.

Orang Timur merasa kurang afdol tanpa ada unsur ketimuran dalam pesta bersama. Oleh karena itu, goyang khas Timur harus ditampilkan. Norma ketimuran akan luntur apabila nuansa timur absen dalam ruang temu orang timur.

Dalam acara pernikahan Bang Samuel, juga atas desakan berbagai orang dan desas-desus bahwa goyang khas Timur harus ada, akhirnya 2 goyangan khas timur ditampilkan juga.

Awalnya Tari Ja'i yang mau ditampilkan. Sayang ada kesalahan teknis yang menggagalkan rencana tersebut.

Pada akhirnya, Goyang Poco-Poco dan Gemu Fa Mi Re goyahkan Hotel Turonia, KM 6 Tuapejat, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Sebelum Poco-Poco mulai, bang Jenap yang mengendalikan jalannya acara gosok lantai. Suaranya menggelar mengundang orang Timur untuk turun ke arena goyang.

Dengan logat khas negeri Papua, ia mengajak tamu dan undangan yang merasa diri memiliki hubungan dengan orang yang berambut keriting, berkulit hitam dan mata menyala untuk turun ke tempat yang berada tepat di depan panggung.

Ketika lagu Poco-Poco mulai bergema, ragam gerakan mulai dipraktekkan. Hentakan kaki ke depan dan belakang, lalu disusul tepukan tangan dan memutarkan badan searah jarum jam, begitu lazimnya ragam dasar Poco-Poco.

Saya sendiri sudah rada-rada lupa dengan gerakannya. Seingat saya, Poco-Poco rutin saya lakukan waktu senam ria setiap hari Jumat ketika duduk di SMPN 1 Borong, Manggarai Timur dulu.

Usai Poco-Poco, Gemu Fa Mi Re juga turut ditampilkan. Gemu Fa Mi Re secara emosional dekat dengan saya, sama-sama dari Flores, NTT begitu.

Ketika lirik putar ke kiri dan ke kiri, semua orang Timur yang bergoyang bergerak ke arah kiri dan memutarkan badan searah jarum jam. Demikian pula ketika lirik lagunya putar ke kanan dan ke kanan juga gerakkannya hampir sama, berputar searah jarum jam ke arah kanan.

Usai kedua goyang khas Timur ditampilkan, wajah-wajah Timur yang sudah mulai berkeringat dipersilahkan untuk kembali ke tempat semula. Tepuk tangan menggema ketika itu sudah ditampilkan.

Selain Poco-Poco dan Gemu Fa Mi Re, ada juga tembang manis dari Timur yang dinyanyikan, lagu Sio Mama dan Polo Pa Kita.

Ketika kedua lagu ini dinyanyikan, bulu kuduk saya berdiri. Dalam hati saya bergumam, timur Indonesia memang kaya akan segalanya.

Identitas Diri

Budaya kita adalah masa depan kita. Kira-kira begitu tagline kampanye seorang musisi besar NTT, Ivan Nestorman yang sekarang sedang berjuang menuju DPD RI.

Sebagai pelaku seni, Ivan Nestorman memahami betul bahwa budaya kita adalah aset terbesar.

Orang Timur yang ada dalam Rakit tentu memahami bahwa budaya timur adalah masa depan yang perlu dijaga.

Budaya yang telah membesarkan kita harus dipreteli dengam kemampuan untuk tetap dijaga sampai kapan pun jua. Seluruh kekayaan budaya adalah aset, nilai leluhur yang harus kita lindungi.

Poco-Poco dan Gemu Fa Mi Re adalah aset bersama. Karena itu, dengan membuat kita bahagia dengan menggerakkan badan, kita telah turut melestarikan budaya sebagai bukti peradaban manusia.

Entah kita berada di mana, budaya yang telah membentuk kita tidak boleh dilupakan begitu saja. Jika kita melupakan, acuh tak acuh, maka budaya akan mengutuk kita sebagai manusia gegar budaya.

Sukses untuk RAKIT. Berkat melimpah untuk Bang Samuel dan Kaka Helen. 





Post a Comment

0 Comments