Orang-orang Baik yang Telah Kembali

"Orang-orang baik akan selalu dikenang. Berkat jasa mereka akan 
ada satu-dua hal yang bisa digapai tanpa menuntut imbalan. Mereka tersebar di sekitar kita. 
Kami beruntung bertemu dengan banyak orang baik."

Orang baik selalu bisa merangkul siapa saja (foto;google)

Untaian proses yang sedang kita arungi itu bagian dari jalan panjang menoreh tinta kehidupan. Pada setiap jalan yang kita tempuh ada cinta  yang terekam di balik jejak yang sudah kita toreh. Kita hanya punya satu pilihan tunggal, teruslah melangkah hingga sampai di titik puncak. Jangan lelah, apalagi kalah. Setiap orang ditakdirkan menjadi sang juara.

Setiap sudut kehidupan yang kita arungi ada kenangan yang terjadi. Cinta mengalir tak pernah mati. Cinta mengalir setua ziarah  panjang kita di dunia yang fana ini.

Orang-orang yang baik di sekitar kita turut mempengaruhi hal baik yang akan kita pilih. Energinya akan merembes ke dalam diri kita. Orang-orang baik selalu punya spirit untuk mendukung arah dan langkah yang akan kita pilih. Semangat yang mereka berikan bak letupan senjata yang memaksakan kita untuk bergerak.

Kami beruntung di tempat tinggal kami di Golo Mongkok bergumul dengan beberapa orang-orang baik. Mereka lihai menciptakan suasana yang tidak kaku. Ketekunan yang mereka warisi mengajarkan kita bahwa hidup sejatinya butuh perjuangan panjang. Mereka abadi dalam kenangan.

Meski mereka telah pergi, akan tetapi setiap cinta dan karya yang sudah mereka toreh masih terngiang di dalam memori kami. Mereka telah menenun hal baik untuk diwariskan kepada kami. Hanya cinta yang tersisa sekaligus perilaku baik yang akan selalu kami kenang.

Beberapa nama berikut telah mengajarkan kami hal-hal yang baik. Nama mereka akan abadi, selalu tertanam di dalam sanubari. Mereka memiliki tempat khusus di dalam blog ini, tentang jejak yang mereka tingalkan. Abadi selalu.

Catatan di bawah ini hanya sebagian jejak yang masih sempat diingat. Ingatan saya sebagiannya telah lesap. Saya mencoba untuk mengingat kembali berbagai hal yang mereka tinggalkan. Maaf, jika tidak berkenan. Saya hanya mengabadikan mereka dalam tulisan.

Bapak Rius Madur

Nama pertama yakni Bapak Darius Madur. Ia sering dipanggil dengan nama Emad Selus. Selus itu nama anak sulungnya. Saya lebih suka memanggilnya dengan sapaan Ema Rius. Ia telah dipanggil Tuhan pada tahun 2018 kali lalu.

Ema Rius menghabiskan masa tua hanya berdua bersama dengan istrinya. Rumah mereka terletak di pertigaan menuju Golo Awo. Anak-anaknya sudah membangun rumah tangganya masing-masing. Rata-rata mereka menetap di Ruteng, Manggarai. Satunya lagi bekerja di Makasar, Sulawesi Selatan.

Ema Rius termasuk sosok yang begitu dekat dengan saya. Setiap saya pulang kampung, saya selalu bersua dengannya di ladang. Sawah yang ia garap terletak di pinggir jalan menuju sawah kami. Ia biasanya mendiskusikan banyak hal saat kami bertemu.

Biasanya ia menanyakan perkembangan kuliah saya, lalu sesekali ia berkelakar dengan saya agar dapat kuliah dengan baik.

 Molor-molor koe sekolah demeu ta. Neka pande kecewa ami ata tua (baik-baik sedikit sekolah. Jangan buat kecewa kami sebagai orang tua)” tuturnya.

Iyo ema (Iya, Bapak)."

Ema Rius termasuk petani yang ulet. Memasuki masa tua ia memilih untuk tinggal di pondok yang ada di ladangnya. Ia memiliki hewan peliharaan yang cukup banyak. Ia memang terkenal sebagai petani sekaligus peternak yang rajin.

Selain dikenal sebagai petani yang ulet, Ema Rius juga sebagai penyelam yang ulung. Dulu waktu kami kecil, kami sempat merasakan jerih payah beliau dari hasil buruan di Sungai Wae Musur. Dari cerita beberapa keluarga dekat,  ia punya tangan yang jitu dalam urusan memburu biota sungai.

Tidak berlebihan jika ia menyandang sebagai penyelam yang cukup handal. Bakat itu diwarisi pada beberapa putranya, di antaranya Kesa Kos, Kesa Don dan Kesa Jon. Sewaktu kami habiskan masa kecil bersama, mereka juga lihai memburu hewan di Sungai Wae Musur maupun di Sungai Wae Tegel.  Kami turut merasakan nikmatnya hasil buruan mereka.

Bapak Moses Peot

Nama kedua yang selalu tertanam dalam hati yakni Bapak Moses Peot. Ia dipanggil Ema Moses, sering juga dipanggil Ema Pepo. Ia saudara tertua dari Bapak Darius Madur. Ia dipanggil Tuhan pada 23 September 2018 kali lalu.  
   
Rumah dari Ema Moses bersebelahan dengan tempat tinggal kami. Mereka masih memiliki hubungan keluarga dengan kami.

Sama seperti Ema Rius, Ema Pepo juga termasuk petani yang ulet. Hari-hari yang ia lalui hanya diisi dengan aktivitas berladang. Di usia senja ia masih saja berladang. Padahal ia seharusnya menikmati masa tua agar kesehatannya tetap terjaga. Namun, ia tidak demikian. Ia memilih untuk tetap bekerja.

Baginya berladang merupakan panggilan hidup yang harus dijalani. Berkat jerih payah yang ia lakukan, hasil ladang selalu berlimpah. Ema Pepo sangat luar biasa.

Ema Pepo sebagai salah satu representasi tokoh adat di kampung kami. Setiap ada acara adat ia selalu dipercaya sebagai orang yang membawakan doa adat (tukang tombo laing, red) ketika ada ritual adat di rumah keluarga atau tetangga. Ia lihai melafalkan doa-doa yang didaraskan kepada leluhur.

Kala lagi bekerja di ladang, Ema Pepo termasuk orang yang susah untuk dipanggil makan siang. Jika hendak santap siang sebaiknya Ema Pepo dipanggil satu jam sebelum makan siang dimulai. Seandainya dipanggil saat santap siang telah tersedia, maka satu jam kemudian ia baru datang bergabung untuk menikmati makan siang. Ia kadang membuat kita jengkel, namun ia memberikan pelajaran bermakna bahwa hidup memang membutuhkan totalitas dalam bekerja.

Ema Pepo sebagai teman minum sopi (arak khas Flores-NTT, red) yang paling baik. Cerita-cerita tentang kehidupan saat ia lagi muda akan dibagikan secara gamblang saat ia mulai mabuk. Saya paling senang jika ia sudah mulai mabuk. Saat keadaan demikian, kita dapat dengan leluasa untuk menggali berbagai pengalaman kehidupan yang pernah ia alami.  
  
Saya pernah mewawancarai beliau untuk catatan saya tentang cikal bakal mereka merintis kampung Golo Mongkok. Sayang, catatannya masih ada di laptop yang sudah rusak. Semoga kelak didapati kembali.

Ema Pepo mengajarkan banyak hal kepada kami. Tentang hidup yang kian hari kian keras, tentang perjalanan yang harus dilalui dengan semangat melayani. Cintanya akan tetap tertanam di dalam hati kami. Terima kasih.

Kesa Lipus Sukar

Nama ketiga yakni Kesa Lipus Sukar. Ia sering dipanggi Bapak Efrit. Efrit itu nama anak sulungnya. Ia merupakan anak dari Bapak Moses Peot. Ia dipanggil Tuhan pada 9 November 2018, sebulan lebih setelah Ema Moses dipanggil Tuhan.

Kesa Lipus memiliki semangat melayani yang tulus. Setiap ada acara di kampung ia tak pernah absen untuk turut membantu. Jiwa sosial yang ia miliki terlampau tinggi.

Kesa Lipus dapat diandalkan dalam segala lini urusan keluarga. Ia dapat menyelesaikan segala urusan keluarga dengan penuh tanggung jawab. Saya begitu menaruh hormat akan dedikasi yang ia berikan.

Masa muda yang ia lalui dilewati dengan berbagai pilihan untuk bertahan hidup. Ia sering berkelana ke sana kemari untuk mencari sebongkah rezeki. Mereka pernah bekerja hingga di Bajawa, Ngada dan Satar Mese, Manggarai, juga di tempat-tempat lainnya di Flores barat.

Kesa Lipus juga termasuk peminum sopi yang tertib. Ia lebih banyak diam saat lagi menikmati sopi. Namun, hal itu akan berbanding terbalik saat ia sudah mulai mabuk. Ia akan membagi kisah masa mudanya dengan apik. Kami biasanya paling senang saat ia mulai membagi cerita-cerita masa mudanya.

Ema Rius, Ema Moses dan Kesa Lipus memang telah pergi. Nilai-nilai kehidupan yang mereka ajarkan akan terus hidup di dalam diri kami sebagai anggota keluarga yang ditinggalkan.

Rasa kehilangan memang masih menyelimuti, akan tetapi memilih untuk mengikhlaskan jauh lebih berharga. Sembari kita tetap mengayunkan langkah maju untuk mulai merajut kembali nilai-nilai kehidupan yang telah mereka tanam. Terima kasih. Doa yang kuat, jabat yang erat.   






Post a Comment

4 Comments