Peserta kamping rohani berfoto bersama (foto; dok. panitia)
Siang kian tergesa dan terengah di Rabu (06/03/2019),
jarum jam terpaut di pkl. 13.55 WIB yang mewajibkan anggota panitia kegiatan
kamping rohani Orang Muda Katolik dan Pemuda Katolik Paroki St. Petrus Tuapejat
lekas bergerak cepat. Panitia tampak jelas sedang tergopoh-gopoh mengangkut
barang bawaan dari Pastoran Paroki St. Petrus menuju dermaga Tuapejat.
Sinar mentari kian sanggar, dua orang panitia sedang
melakukan registrasi terakhir. Setelah didata total peserta yang ikut sebanyak
82 orang. Masing-masing peserta berasal dari Paroki St. Petrus Tuapejat dan
Paroki St. Yosep Sioban. Sementara sebagian panitia yang lain masih melanjutkan
aktivitas mengangkut barang ke dermaga.
Usai registrasi terakhir tuntas, seluruh peserta yang
telah tiba langsung diarahkan untuk bergegas menuju ke dermaga. Kapal cepat milik
Dinas Pariwisata yang telah dipesan oleh panitia telah tiba. Kapal cepat itu
yang akan membawa kami menuju Pulau Simakakang, tempat diadakannya kamping
rohani.
Jarum jam menunjukkan pkl. 14.50 WIB, rombongan
pertama berangkat ke Pulau Simakakang. Laut yang tenang membuat hati
kami lebih girang. Pasalnya, sehari sebelumnya angin kencang melanda Tuapejat.
Beberapa kapal antarpulau pun gagal berangkat. Kami beruntung alam merestui
perjalanan kami.
Sesuai susunan kegiatan yang dirancang panitia,
struktur kegiatan diawali dengan misa pembukaan sekaligus untuk merayakan hari
Rabu Abu. Dalam tradisi Gereja Katolik, Rabu Abu adalah hari pertama masa
Pra-Paskah dalam liturgi tahun gerejawi. Umat yang hadir akan diberi tanda
salib dari abu sebagai simbol perayaan ini.
Dalam kotbahnya, Pastor Risky Raja Wara, O. Carm
menandaskan bahwa orang muda sebagai tulang punggung Gereja. Karena itu, orang
muda harus tetap berbuat untuk kebaikan Gereja di tengah umat dan masyarakat.
“Bertobatlah dan percaya pada Injil” lanjut imam asal
Maumere, Flores itu.
Kelompok telah dibentuk. Waktu untuk santap malam
telah tiba. Seksi konsumsi langsung mengambil alih jalannya kegiatan. Tak
membutuhkan waktu lama, seksi konsumsi membagikan santap malam untuk peserta sesuai
dengan kelompoknya masing-masing. Nasi putih dan ikan goreng jadi sajian perdana
kami di Pulau Simakakang.
Setelah menikmati makan malam, seksi acara mengambil
alih jalannya acara dari seksi konsumsi. Seksi acara mengawali kegiatan dengan permainan
agar menghilangkan rasa suntuk dari peserta. Peserta pun didorong untuk
menikmati sensasi permainan yang mewajibkan semua peserta terlibat aktif. Kelihaian
seksi acara membuat jalannya acara pembuka tampak meriah. Peserta kamping larut
dalam kemeriahan melalui berbagai permainan yang menghibur dan menyenangkan.
Letupan suara dari pembawa acara menggema. Permainan perdana
sebagai pembuka acara selesai. Pembawa acara langsung mengarahkan jalannya
kegiatan menuju kegiatan inti berupa materi tentang Orang Muda dan Seksualitas yang dibawakan langsung oleh Pastor Risky Raja
Wara.
“Penampilan tidak akan merubah diri kita. Perubahan
harus lahir dari dalam diri.”
“Perkembangan zaman jangan sampai menggilas keberadaan
kita, karena itu ketergantungan dengan perkembangan teknologi harus dikurangi”
tutup imam yang bertugas di Paroki St. Yosef Sipora, Keuskupan Padang itu.
Ombak di pesisir Pantai
Simakakang memecah kesunyian. Semilir angin malam mengusik ketenangan dari
peserta kamping yang baru saja mendengarkan paparan materi pertama. Pembawa acara
kembali mengambil alih jalannya acara dari pemateri perdana. Mereka kemudian
kembali menghidupkan acara dengan nyanyian dan sesekali diiringi dengan gerakan
yang meyenangkan. Semua peserta gembira adanya. Senyum sumringah tampak terlihat
dari wajah peserta. Tawa yang membahana sesekali terdengar jelas.
Bantal Gulingnya Setan
Peserta sedang serius mendengarkan materi (foto; dok. panitia)
Mentari pagi belum terbit sama sekali. Jarum jam masih
bertengger di pkl. 05.20 WIB, suara panitia terdengar jelas melalui pengeras
suara. Sesuai susunan kegiatan di hari Kamis (07/03/2019), pada pagi harinya
diawali dengan meditasi di tepi pantai.
Fr. Beny pun mengambil alih jalannya meditasi. Ia mengajak
seluruh peserta untuk duduk di tepi pantai. Meditasi disebut juga semadi, adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran
dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita
sehari-hari.
Seluruh peserta duduk berbanjar di atas pasir pantai. Sembari
memejamkan mata, kedua tangan dalam posisi terbuka diletakkan di atas paha. Bunyi
ombak dan musik instrumen memecah kesunyian.
Meditasi berlangsung selama 30 menit.
Setelah senam pagi, peserta diberikan waktu selama satu jam
untuk membersihkan badan. Minimnya kamar mandi membuat peserta secara bergiliran
untuk membersihkan badan.
Matahari mulai muncul di kaki langit, peserta kamping kembali
disuguhkan sarapan pagi. Seksi konsumsi kembali memainkan peran untuk membagi
sarapan dari masing-masing peserta.
Tampak peserta sedang mengikuti kegiatan out bound (foto; dok. panitia)
Sebelum ia memaparkan materinya, beliau membawa satu lagu
rohani, lagu Ku Mau Cinta Yesus. Ia bernyanyi diikuti oleh seluruh peserta
kamping.
Di sesi awal pemaparan materinya, Pastor Samuel menyampaikan
rasa bangga pada panitia yang sudah bersusah payah dalam menyukseskan kegiatan
kamping tersebut.
“Tidak gampang mengumpulkan peserta sebanyak 82 orang pada
waktu yang sama. Kalian luar biasa” lanjutnya.
“Malas adalah bantal gulingnya setan” tuturnya lantang.
Ia memberikan tantangan bahwa orang muda ditakdirkan untuk
memiliki mental berani. Beliau juga menyampaikan dua rumus utama dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari.
Rumus kedua, semangat juang yang tinggi. Militansi yang kita galakkan akan
membentuk arah dan tujuan hidup kita. Daya juang yang kuat akan membentuk
proses pematangan diri kita menuju kehidupan yang lebih baik setiap harinya.
Setelah misa penutup selesai, panitia beserta peserta kamping langsung membongkar kemah
dari peserta kamping putra. Sementara peserta putri membersihkan halaman depan
resor serta membersihkan tempat istirahat mereka.
Sore sesaat senja kembali ke peraduan, kami pulang dengan
sukacita yang berlipat ganda. Kapal cepat mengantar kami hingga tiba dengan
selamat di dermaga Tuapejat. Ruang temu sesama saudara seiman semakin
mengkokohkan semangat iman kami pada Kristus.
Pada akhirnya, setelah kamping rohani di Pulau Simakakang kami pun
tertantang. Tertantang untuk berbuat sesuatu yang lebih baik setiap harinya. Semoga.
0 Comments