Resah
bercampur dengan bingung untuk memulainya dari mana. Tiba-tiba saja
jari-jemariku kembali bernafsu menari ria merangkai kata demi kata menghiasi lakilako.blogspot.co.id, blog sederhana yang saya rintis beberapa
bulan terakhir ini.
Entahlah,
kenapa sore ini aku sangat merindukan mereka. Dua saudara tuaku yang telah
pergi dari rumah. Kaka Olivia Trifonia Jumpar dan Hilarius Jumpar, mereka yang
sudah pergi dan membentuk masa depan mereka, membentuk rumah tangga bahagia. Mungkin
karena mendapat kiriman foto dari Bapak Sebas melalui aplikasi WA tadi sore. Bapa
Sebas sekarang udah lihai pakai WA. Bapa-bapa zaman now. Hehehe,,,
Betul
kata orang, kalau sudah dewasa dan mulai berjalan masing-masing, kita akan
kembali rindu masa-masa kecil. Rindu saat bersama kakak sekaligus teman masa
kecil. Mereka yang dulunya setia meminjamkan bahunya untuk dijadikan sandaran. Mereka
yang dengan setia membujuk kita saat lagi menangis.
Malam
ini saya tuangkan rasa rinduku dalam tulisan
sederhana ini. Masing-masing fase punya kenangan. Punya kisah suka dan duka. Punya
tawa dan air mata.
Masa Kecil
Masa
kecil kami cukup manja. Saya masih ingat bagaimana mama Sisi menjadi repot
karena kami rewel jika mau makan. Meskipun sudah tersedia menu yang cukup “wah”
untuk ukuran keluarga sederhana di kampung, tetap saja masih ada yang rewel. Mama
pun kerepotan, terpaksa Mama Sisi mengambil telur ayam kampung dari sangkarnya.
Biasanya
yang meminta lebih itu kakakku yang nomor 2, kaka Hila. Ia memiliki beberapa
nama kecil, Latung, Dutar dan Ilak pastinya. Hehehehe,,, ia suka membuat mama
kerepotan, manja juga orangnya. Tapi, ia kakaku yang paling baik. Seniman juga.
Sayangnya, ia tidak terlalu serius meniti jalur menjadi seniman. Gitar,
menggambar dan melukis adalah jiwanya. Saya percaya kalau ia serius, ia akan
memetik hasil yang sesuai. Tapi, entahlah.
Urusan
makanan, Ilak yang paling jago ngeles.
Ia suka memilih-milih makanan. Jika mama menyajikan pisang rebus di pagi atau
sore hari, ia orang pertama yang menyiapkan 1001 alasan. Aee, saya sakit perut
mama. Kalau sudah begitu, Mama Sisi sudah paham mau-maunya. Dasar, hehhehehe.
Yang
pasti Ilak tidak pernah cocok dengan Ipong, kakak-ku yang pertama. Saya selalu
menjadi orang ketiga kalau mereka sedang
berantem. Tukang pampang pe, hehhehe,,,,.
Meski badan saya kecil, tapi dulu saya bisa diandalkan. Sialnya saya kurang
sportif. Saya selalu memihak dengan kakakku yang paling pintar dan baik, ka
Ipong. Neka rabo ee Ilak, sekarang saya baru sadar, kalau dulu saya suka curang.
Maaf ee.
Itulah
2 diantara beribu kenangan masa kecil yang tetap berkesan di hati saya. Orang tua
kami, Bapak Sebas dan Mama Sisi, menjaga kami seperti menjaga kristal saja,
sangat hati-hati. Terima kasih Bapa dan Mama.
Tinggalkan Rumah
November
2009, kakaku yang pertama menerima nikah suci di Kapela Stasi Golo Mongkok. Saat
moment sakral berlangsung, kami mengikutinya dengan khusyuk. Saya masih ingat,
saat moment sumpah suci di atas kitab suci, air mata saya ikut jatuh. Hehehe,,,,alasannya
juga saya tidak tahu(bukan temannya tempe ya, red).
Kebahagian
mereka semakin lengkap setelah dikarunia oleh Aulia dan Enan. Permata hati yang
benar-benar pintar dan kritis. Aulia yang siap menyerang kita dengan beragam
pertanyaan. Ia setia menjemput kita
depan pintu saat pulang ke rumah. Om Elik mana uang, itu pertanyaan pertama
yang ia sambangi.
Begitu
juga dengan Enan. Lagu yang ia gandrungi adalah Nona Baju Bola-Bola, atau sekarang
mungkin sudah berubah. Kalau ia lagi tidur dan mendengar larik lagu Nona Baju
Bola-Bola, sontak ia akan terbangun, bernyanyi dan bergoyang.
Sesunguhnya,
saya sangat merindukan mereka. Kerinduan saya semakin bertambah di moment 5
Januari 2018 yang kemarin. Ilak, sahabat masa kecilku dulu, teman berantemku
itu menikah dengan gadis pujaannya yang berasal dari bagian selatan Lembor,
daerah penghasil sawah di tanah Nuca Lale. Mereka melangsungkan pernikahannya
di Kapela Golo Mongkok.
Keluarga
kecil dari Ilak telah dikarunia sepasang buah hati. Julio dan Geisha. Julio itu
lahir bulan juli. Ia sangat nakal. Tapi, saya suka dengan imajinasinya. Ia jago
merancang permainan. Bermodalkan peralatan seadanya, ia suka membuat sendiri media
permainan. Ia sudah mandiri dalam hal-hal kecil.
Satu
lagi, selamat atas pernikahannya ee Dutar. Saya percaya, ite tak semanja dulu. Ite
akan menjadi sang maestro hebat keluarga.
Terima
kasih. Terima kasih. Terima kasih atas kerelaannya untuk mendengarkan ocehan
saya waktu kecil dulu. Terima kasih telah membela saya, saat saya dibully oleh orang.
Terima kasih juga buat ka Ipong yang meminjam bahunya untuk jadi sandaran kami
dulu. Kaka pertama yang menginspirasi. Kokoh dan kuat.
Saya
percaya hati kita tetap satu. Rindu.
0 Comments