Perjalanan Usai Engkau Pergi

Kita telah berbeda jalan. 
Di sini, pada tempat kita pernah berdiri, engkau memilih untuk menghindari. 
Lantas, apakah engkau bahagia? Saya tidak peduli. Ini catatan terakhir yang masih punya kaitan dengan kamu. Eitss,,,,

Malam sudah beranjak. Bintang-bintang sudah bertengger di puncak. Entah, ini catatan apa? Saya juga tidak tahu.  Catatan ini muncul saat malam mulai larut, sesaat sebelum rembulan malam makin hanyut. Harapan pun tergesa-gesa bersama dengan gelas-gelas yang telah habis isinya.

Kepala mulai miring. Tenggel. Sudah mulai "oleng" oleh citarasa arak khas dari Nias, Sumatera Utara. Sekarang kami bersyukur ada arak  yang rasanya sebelas duabelas dengan sopi Ntaur atau sopi Kobok, di Manggarai Timur sana. Sa menduga ada nenek moyang orang Kuleng yang nyasar di Nias. Eh, sumpah. Rasa sopinya sama dengan sopi Ntaur. Tidak percaya. Biar saya kirim dalam waktu dekat. Ckckck….

Lalu beranjak dari keadaan ini, sekarang kita melangkah ke tangga selanjutnya. Semester satu sudah usai. Tadi kami melakukan pembagian raport bersama dengan anak-anak saya yang paling baik sejagat raya. Semua senang. Saya senang. Anak-anak juga turut senang.

Setiap pengisian rapor saya amat senang saat mengisi pada kolom saran. Hobi saya menulis tertuang dalam untaian kata pada kolom saran.

Pada semester ini saya mencoba untuk melawan arus dalam urusan mengisi catatan saran. Jika biasanya catatan yang ditulis berkaitan dengan kendala dalam belajar dari anak-anak di kelas, akan tetapi sekarang mencoba menuangkan saran dengan memberikan pengakuan dan pujian pada anak-anak.

Anak-anak yang nakal ditulis dengan catatan begini; “kamu anak yang baik. Saking enerjiknya kamu sering melalang buana di dalam kelas. Jika kamu mampu memanfaatkan semangat kamu yang  begitu menggebu, maka kamu dapat menjadi pribadi yang baik”.  

Sedangkan untuk anak-anak yang pendiam diisi dengan catatan yang anti mainstream juga, “kamu anak yang baik, sopan dan pandai menjaga perasaan guru dan teman-teman yang lain. Kami bangga dengan keberadaanmu”. Saya tidak tahu apa reaksi dari catatan yang ini, yang kesannya mungkin begitu urak-urakan. Tidak serius. Saya berspekulasi bahwa di awal semester nanti semoga anak-anak saya ada yang senyam-senyum sendiri sembari memberikan pujian terkait dengan saran yang saya tulis. Ah, alay!

Natal sudah kian dekat. Rindu kian pekat. Kenangan untuk kembali ke sana merayakan Natal dan membaringkan bayi mungil di kandang Natal sudah tak terbendung lagi. Tapi, entahlah!

Sebentar lagi Minggu Adven kedua. Tinggal menghitung hari kita menyambut hari Natal. Hati perlu dibersihkan agar momentum kedatangan Sang Juru Selamat disambut tanpa beban.

Ceritaku sudah sampai di penghujung. Tahun 2018 tinggal dua pekan lagi. Ragam pengalaman yang pahit dan manis bumbui perjalanan panjang yang diringkas dalam kenangan.  

Pengalaman ditinggalkan dan dikhianati tentunya termaktub dalam kaleidoskop tahun 2018. Sempat menganyam kisah dengan seseorang selama 5 tahun meski puncaknya ia memilih untuk mencundangi kasih. Serangkaian emosi sempat mencumbui seluruh perasaan meski pada akhirnya memilih untuk bertahan pada keikhlasan.   

Sekarang saya bersyukur karena pada akhirnya saya telah berdamai dengan masa lalu. Sejarah memang harus dimaafkan. Apapun bentuknya. Orang atau bangsa yang tidak berdamai dengan sejarah justru akan terus-terusan bertubruk dengan peristiwa yang sama.  Begitu juga dengan saya yang memilih untuk memaafkan masa silam dengan kepala tegak dan tanpa beban yang masih menempel.

Sebenarnya rasa saya tak mati. Hanya karena perasaanmu memilih untuk bertanggung jawab dengan hati yang lain yang memaksakan saya memilih untuk mengundurkan diri. Saya tidak dapat memaksakan itu. Sebab jagat raya sudah mengtakdirkan kita untuk bertarung pada pilihan masing-masing. Jagat  raya sudah menyiapkan siapa orang yang akan menyiapkan sarapan kita di pagi hari, juga yang menyeduhkan kopi di senja hari.  

Setelah engkau pergi saya turut menguburkan seluruh kenangan. Saya selalu berharap engkau tetap menulis sajak pada buku harianmu, membaca sajak-sajak yang pernah kita baca bersama, mengunjungi catatan-catatan pinggiran yang pernah saya tulis tentang kita, menikmati kopi dengan seutas senyum yang tak pudar bersama dengan pilihan hati yang telah final mendampingimu.

Kau tidak perlu merisaukan aku. Saya baik-baik saja. Bukan maut yang membuat kita pisah, akan tetapi pilihan yang membuat kita tak lagi sejalan.

Catatan ini murni untuk terakhir kali yang nota bene masih punya kaitan erat denganmu. Pasalnya, kamu pergi di awal tahun 2018 dan saya menutup dengan catatan tentangmu pada penghujung 2018.

Ya, begitulah! Kamu mungkin lebih baik tanpaku, dan menjadi lebih baik dengan pilihanmu. Ups, be tidur su oo.

*tenggel; kepala pusing usai menikmati arak khas Pulau Bunga. 

Post a Comment

0 Comments