6 Kisah Masa Kecil Ata Golo Mongkok




Suatu senja di Golo Mongkok
Masa kecil merupakan masa yang indah. Fase lama yang tak akan kembali. Tentang rasa rindu pada senja yang telah pergi. Pada natas bate labar yang telah lama dilewati, sebuah masa lama, periode hidup yang tak akan kembali lagi.
Tentu, kisahnya tetap akan terkenang. Kisah manisnya selalu dihati. Memantik rindu untuk kembali. Seluruh kehangatannya tetap terasa, meski kita telah jauh beranjak. Ia telah membentuk kita, serta mewarnai pandangan hidup ke depan. Hingga akhir usia, kisahnya tetap akan dihati.
Saat senja tiba, kisah kita mulai. Bagi generasi Golo Mongkok yang tumbuh di akhir 90-an sampai awal tahun 2000-an tentu memiliki ragam kisah unik nan lucu. Tentang kampung halaman Golo Mongkok, dengan segala romantisme masa kecilnya. Sesuatu yang tentu berbeda dengan kisah masa kecil dari generasi kids zaman now.
Berikut ini, 6 kisah masa kecil reba Golo Mongkok yang patut untuk dikenang. Soal ketidakabsahan datanya, mohon dikomentari. Hehehe, biar ada tambahan data, lebih dari 6 kisah mungkin.
1. Maen Banga
Permainan ini dilakukan di halaman rumah (natas mbaru). Saat sore tiba, anak-anak pada berkumpul di salah satu natas mbaru  untuk mulai bermain banga. Media permainannya hanya bermodalkan kemiri. Selanjutnya, setiap peserta menyiapkan jumlah kemiri sesuai kesepakatan bersama. Lalu membuat lingkaran sebagai area tempat diletakkannya kemiri.
Entah, dari mana asalnya. Yang pasti maeng banga bersifat spontanitas. Ketika musim kemiri tiba, maka permainan pun dimulai.
Istilah yang digunakan biasanya, erang (kemiri yang disiapkan untuk dilemparkan pada kemiri yang berada di dalam lingkaran), door (mengenai salah satu peserta yang ikut bermain), tote (saat erang jatuh pada batas lingkaran), banga (saat erang berada didalam lingkaran dan salah satu kemiri yang didalam lingkaran keluar dari garis).
2. Maen Oto Batrei
Imajinasi masa kecil tidak bisa dibendung. Keadaan tidak menghalangi kreatifitas. Meski, media permainan berkurang, itu tak menghalangi inovasi masa kecil. Barang-barang tak terpakai disulap menjadi media dalam permainan.
Salah satunya, maen oto batrei. Bagian depan pada batrei bekas, diambil untuk dijadikan ban. Jiwa seni mulai muncul. Kayu kapuk diukir untuk dijadikan bodi mobil-mobilan. Diukir seperti mobil, agar dapat dipasangi ban batrei tadi.
Memang, kita tidak secerdas Einstein, tetapi naluri imajinatif tidak mati. Ia mewajibkan kita untuk tidak mati nalar.
3.  Memburu Jambu dan Asam Dibelakang SD
Situasi masa kecil yang didukungi oleh keadaan alam yang kaya akan buah-buahan, membawa kisah senja semakin indah. Saat senja tiba, salah satu pilihan adalah mencari buah jambu di belakang SDK Golo Mongkok. Maklum, dulu di belakang SD banyak terdapat pohon jambu merah. Biasanya saat lagi istirahat bermain bola, mencari jambu adalah pilihan.
Tentu hal itu berbeda dengan sekarang. Sekarang, banyak pohon jambu ditebang, juga ada yang mati termakan usia. Jambu pun tidak sebanyak dulu lagi.

Bukan hanya jambu, asam yang terletak di ladangnya om Yasin juga menjadi target. Rasa asam yang cukup manis menjadi alasan kami memetiknya. Kaki-kaki kecil tak bersandal, susuri hutan lebat demi mendapatkan asam.  Tak peduli panas menyengat. Begitulah, masa kecil anak kampung. Hutan menjadi rumah kedua. 
4. Menimba Air di Wae Tegel atau Wae Musur


Membasah badan di Wae Musur

Krisis air. Keadaan yang tidak pernah diinginkan oleh siapa pun. Air yang menjadi kebutuhan pertama dan utama, acap kali mengalami kekurangan.
Di Golo Mongkok, saat kami kecil dulu mengalami krisis air yang cukup lama. Bukan karena kekurangan mata air. Tetapi, karena jarak berkilo-kilo dan tanjakan yang cukup ekstrim untuk menimba air.
Senja tiba, saatnya tapak kaki tak bersandal susuri hutan. Sepanjang jalan ngobrol ngalur ngidul bersama teman-teman. Bercanda ria sekedar untuk melawan tanjakan yang membutuhkan ekstra tenaga. Semua itu dilakukan hanya untuk membasahi tubuh. Mandi dan menimba air untuk kebutuhan rumah tangga.
Lahong wae juga sering dilakukan untuk menambah persedian air dalam rumah . Ngos-ngosan tak dihiraukan, asalkan kebutuhan akan air kehidupan terpenuhi.
5. Takut dengan Mobil Hartop
Entah kenapa, mungkin disebabkan oleh propoganda orang yang tak bertangung jawab. Kala kecil dulu, kami sangat takut dengan orang yang mengendarai mobil hartop. Mindzet berpikir terbentuk bahwa ketika melihat mobil hartop yang lewat, maka itu merupakan ata kawe ulu.  Begitu lucunya. Soal ini, hingga kini saya juga belum menemukan format alasan yang tepat.
Pernah sesekali kami lari terbirit-birit karena melihat mobil hartop. Kala itu, kami hendak mencari kayu di Jembatan Kawak, dari kejauhan kami mendengar bunyi mobil yang cukup keras. Seketika, kami mengambil langkah seribu. Lari menuju ke hutan. Takut kepalanya dipenggal. Ah, sudahlah. Nikmati saja.
6. Memburu Burung di Hutan
Jiwa memburu ata Golo Mongkok  terlihat jelas dalam generasi akhir 90-an hingga awal 2000-an. Saat pulang sekolah, siap-siap beraksi memburu burung di hutan. Burung pipit (cik) menjadi target. Katapel, siap-siap diletakan pada belakang baju. Dalam kantong celana,  dipenuhi dengan peluru. Hehehe, batu maksudnya.
Yang mendapat hasil buruan banyak ialah master berburu. Siap-siap cerita menggema, si A kemarin mendapatkan burung pipit sekian. Begitu cerita yang terdengar. Oh ya, lapangan SD biasanya menjadi tempat mencurahkan berbagai kisah senja.
Hehehe, begitulah kisah masa kecil generasi Golo Mongkok di penghujung 90-an dan awal tahun 2000-an. Sesuatu yang berbeda dengan cerita anak-anak sekarang. Kids zaman now lebih banyak menghabiskan waktunya depan TV. Modernitas telah membunuh imajinasi anak-anak. Selain itu, jiwa individualitasnya lebih nampak ketimbang kolektivitas. Itu semua, karena teknologi.
Oh ya, satu lagi. Sekarang Golo Mongkok tidak menglami krisis air lagi. Depan rumah air tumpah ruah. Irigasi Wae Dingin, Wae Dangi dan Wae Tegel telah menyelamatkan kita dari kekurangan air. Enak kat ta. Hehehe, malam telah tiba. Sekian dulu kisah masa kecilnya.
Lagian, tidak ada sopi dan kopi untuk menambah sensasi jemari mengetik huruf demi huruf. Kiranya, isi tulisannya berkenan mengungkit rindu akan natas bate labar, Golo Mongkok. Salam buat seluruh diaspora (ata mbeot) Golo Mongkok dimana saja berada.
Salam rindu.  

Post a Comment

3 Comments