Golo Mongkok, Sahabat Kecil dan Harapan


Anak-anak kecil sedang bermain bola di Lapangan SDK Golo Mongkok 

Jalan hidup kita masih panjang. Kita belum sampai di puncak. Beban berat masih menumpuk di pundak. Langkah belum kalah. Belum tuntas, belum lunas. Kita masih dituntut untuk terus-terusan melangkah sampai ke titik yang dituju .

Sekarang tidak seperti dulu lagi. Jalan kita sudah banyak yang berbeda. Demikian halnya dengan tujuan hidup. Arah dan pergerakan kita sudah tak lagi sama, terhalang oleh kabut perjuangan menuju kehidupan yang lebih baik tentunya.

Demi indahnya sebuah harapan, terkadang kita pergi sejauh mungkin dan tinggalkan kampung halaman. Cundangi kenangan yang kemungkinan sukar untuk kembali diupayakan.

Teman-teman masa kecil sudah pada berpencar. Masing-masing pergi demi mengais sebongkah harapan.

Setiap waktu saya selalu rindu dengan masa kecil. Bahkan saya ingin kembali ke masa kecil. Sekali lagi.

Dalam penjelajahan lamunan senja, ingatan kala ketika dengan sahabat kecil masuk dalam agenda rutin setiap senja yang akan kembali ke peraduan. Apalagi jika dibumbui oleh lagu Manggarai kemudian ditambah dengan secangkir kopi, ingatan pun semakin menggebu.

Ya, tentang Golo Mongkok dan sahabat kecil. Dengan segala pergulatan pagi dan sore, siang dan malam, dulu dan yang akan datang.  

Golo Mongkok terletak di jalur strategis trans Flores, 15 KM dari Kota Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Sekarang aktivitas pemerintahan Kecamatan Rana Mese berpusat di Golo Mongkok. Suasanya mulai riuh. Tidak seperti saat kami kecil dulu.   

Masa kecil kami berjalan begitu sederhana. Sangat sederhana. Untuk kesenangan anak seusia kami pada awal tahun 2000-an saja membutuhkan pengorbanan yang besar: tidak semudah membalikkan telapak tangan.  

Dengan mendesain sendiri permainan dan menyiapkan apa-apa saja media yang dibutuhkan, hingga puncaknya berhasil mendustai waktu, membungkam duka.  Masa kecil pun berjalan mulus. Sukacita berhasil kami genggam.

Segala yang digunakan diambil dan terdapat pada lingkungan yang ada di sekitar kampung halaman. Alam turut mendukung kebajikan proses yang sedang kami arungi saat itu. Hutan-hutan di Golo Molas dan Jembatan Kawak menyediakan segalanya. Hanya membutuhkan nyali yang cukup untuk menemukan segala kebutuhan yang diperlukan.

Narasi tentang memaksakan orang tua untuk membeli permainan modern tidak pernah kami lakukan. Modernitas saat itu masih jadi topik usang, jauh dari keluguan anak kampung, hanya orang-orang tertentu yang bisa menjangkaunya. Itu pun dapat dihitung dengan jari. Tetek-bengek modernitas dan segala dampak yang terstruktur belum dipikirkan sama sekali.   

Sekarang dan mungkin sampai pada masa yang akan datang, semuanya sudah pada beranjak. Kapan kita kembali lagi bersama? Sekedar untuk  kembali bermain bola kaki di lapangan SDK Golo Mongkok mungkin.

Hampir seluruh sahabat kecil telah lama tinggalkan kampung halaman. Sahabat yang dulu susah dan senang, sekarang pada pergi dan mungkin akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulang.

Saya sendiri juga sudah hampir dua tahun di sini. Membungkam waktu ternyata sangat mudah. Yang tidak mudah adalah bagaimana segala sesuatunya kembali seperti sediakala, termasuk kembali ke belakang untuk memulai semuanya dari awal. Seperti saat bersama sahabat kecil dulu.  

Sudah hampir 7 tahun pergumulan dengan sahabat kecil jarang saya ikuti. Sejak saya di Ruteng, banyak sahabat kecil yang telah pergi untuk memungut mimpi di tempat lain.

Beberapa nama telah lebih dulu tinggalkan Golo Mongkok, seperti Kesa Don Darus dengan Kesa Ardi Jelatu. Mereka sejak 2011 telah lama pergi. Hampir 8 tahun saya tidak pernah berjumpa dengan mereka. Kota Daeng telah berhasil mereka taklukkan.

Saya percaya harapan yang mendasari kaki kita terus berayun untuk melangkah. Demi merubah sesuatu yang lebih baik, kadang kita perlu mengambil langkah 1000 untuk memungut mimpi.

Kita memang pergi untuk mengais mimpi. Tetapi jangan lupa jalan pulang untuk kembali. Sejatinya, rumah yang paling nyaman, terletak di sana. Meski di mana tempat engkau merasa nyaman, bisa saja itu rumahmu.  

Akan tetapi, rumah keabadian kita di sana, di Golo Mongkok. Rumah kita bersama. Rumah yang selalu memanggil kita pulang. Kapan kita pulang?





Post a Comment

0 Comments