Tempat itu Bernama Rumah




Rumah tua( gambar;ist)
 
Saya selalu kagum dengan tulisan yang menarik. Tulisan-tulisan yang dapat menginspirasi banyak orang. Meski ulasan yang sederhana, tapi jika itu menggugah dan menyentuh, maka layak untuk diberi apresiasi.

Sebagai salah satu penguna media sosial aktif, membaca status orang dengan memberi like, komentar dan sesekali share jika berkenan dan menarik, adalah sisi lain dan menarik yang patut dilakukan oleh warganet.

Status FB yang menarik itu ibarat masakan Padang yang selalu mengoyangkan lidah, membuat jari-jemari menari-nari untuk berkomentar ria pada kolom komentar. Ciutan pada media sosial pada  hari ini, jujur, saya tertarik untuk mengomentari status dari ase Toni Tawa,  salah satu diaspora muda Golo Mongkok. Ia salah satu teman bermain kami waktu kecil dulu. Ia juga sangat lihai dalam memainkan si kulit bundar. Lagi-lagi saya percaya, ia suatu saat akan menjadi pemain bola yang handal dan dapat diandalkan.

Saya tidak mau berkomentar lebih jauh tentang Toni dan mimpi-mimpinya. Saya hanya tertarik dengan statusnya hari ini. Statusnya kira-kira begini, “Pergilah sejauh mungkin. Tapi, ingat, RUMAH adalah tempat paling indah untuk pulang”. Saya  merinding membaca status ini. Pada kolom komentar, saya orang pertama yang berkomentar.

Saya sepakat rumah itu tempat yang paling nyaman. Sedari dulu, saya orang yang paling antusias untuk diajak pulang ke rumah.

Di Mborong dulu, tempat kami menganyam mimpi saat SMP dan SMA, bagi pelajar yang rajin KB bukan (Keluarga Berencana), tapi Kole Beo (pulang kampung, red), ia akan mendapat ejekan dari teman seperjuangan. Dasar “tai beo” (tai: kotoran,  beo: kampung), begitu cemoohan dari teman-teman. Gelar itu diberikan bagi pelajar yang rajin pulang kampung. Saya termasuk orang yang pernah mendapatkan gelar tai beo.

Dalam kurun waktu sebulan, saya biasanya 2 kali untuk pulang kampung. Minggu pertama dan minggu keempat.

Saat itu, tarif Borong-Golo Mongkok masih murah meriah, kisaran Rp. 4.000 untuk pergi-pulang. Om Tonik, sopir bemo (taksi, red)  yang dari Paka merupakan salah satu langganan kami. Ia sangat ramah. Bemo yang ia kendarai merupakan salah satu kendaraan andalan bagi pelajar wilayah Sita dan Torok Golo. Bemo yang ia kendarai bernama Arjuna. Sering juga kami memanfaatkan keramahannya untuk numpang gratis. Kami menyebutnya watu (batu, red), layaknya batu yang naik-turun tidak bayar. Walau ada bemo lain yang sudah lewat, namun ada rasa yang menjanggal dalam hati, jika tidak menumpangi bemo-nya Om Tonik. Hehehe. Ujung-ujungnya, tunggu Om Tonik.

Dengan menyandang gelar tai beo, itu tidak mengurungi niat saya untuk pulang. 1001 alasan saya siapkan untuk mematikan ejekan dari teman-teman asrama atau teman-teman kelas.

Saat kuliah di Kota Dingin Roetenk juga dulu, saya masih merawat kultur yang sama. Rajin KB. Tarif Roteng-Golo Mongkok yang cukup fantastis dengan kisaran biaya Rp. 80.000,00 untuk pergi-pulang, tak menyulutkan niat saya. Tak pelak, Mama Sisi sebagai bendahara keluarga, kadang bergeming jika melihat saya turun dari Travel (kendaraan APV atau Avansa yang difungsikan sebagai angkutan penumpang di Flores, red). Kadang-kadang saya sampai di rumah baru bayar jasa angkutan. Itu artinya lagi kanker (kantong kering,red), maka ocehan dari mama semakin bertambah.

Pulang ke rumah. Rumah yang lebih dari sekedar tempat berlindung dan tempat kita dibesarkan. Ia juga sebagai ibu. Tempat yang nyaman saat hidup mulai menemukan kerisauan. Pulang ke rumah adalah pilihan. Kelak, engkau akan menemukan kenyaman dan keteduhan.

Rumah. Sejauh mana engkau melangkah, sejatinya tempat paling indah untuk pulang. Saya termasuk orang yang selalu ingin  pulang. Salah satunya karena rumah. Tidur di rumah nyenyaknya matipunya. Tempat berlindung yang membuat hati nyaman dan merasa bahagia kalau bangun pagi di atas pkl. 10.WITA. Rumah memang memiliki roh, memiliki kekuatan untuk melindungi seluruh penghuninya.

Kini, engkau mungkin pergi jauh dari rumah. Entah, untuk urusan kuliah atau mencari kerja.  Tapi, saya percaya ditengah kesibukanmu, tentu engkau selalu sempatkan waktu untuk berpikir tentang rumah. Kebuntuan berpikir karena kesibukan kerja, maka ingatan rumah bisa dijadikan alternatif, niscaya ketenangan akan  indahnya kasih di rumah tua akan menghampiri pikiranmu.  

Rumah. Ia adalah saksi masa kecilmu. Dindingnya menjadi papan setia untuk melayani imajinasimu. Lantainya  menjadi saksi saat engkau tertatih-tatih untuk berjalan pertama kalinya.  

Dalam filosofi orang Manggarai, rumah sebagai mbaru bate kaeng, tempat untuk berlindung dari segala marabahaya. Ia memiliki naga (roh,red) untuk melindungi setiap penghuninya.

Rumah. Atas nama kenangan, langkah kakimu memang berat untuk melangkah pergi dari rumah. Akan tetapi, demi masa depan dan impian tentu engkau tetap harus melangkah jauh.

Kelak, dan pada suatu waktu, ia memanggilmu untuk pulang. Kembali mengundangmu untuk merawat segala kenangan, cinta dan perjalanan hidup. Percayalah. Hanya rumah yang membuatmu nyaman dan tenang.

Akhirnya, apa kabar bagi siapa saja yang telah melangkah jauh dari rumah? Sudahkah rindumu kembali membuncah untuk kembali mengingat rumah yang telah mengutusmu? Sudahkah engkau menelepon orang rumah untuk menanyakan kabar mereka di hari ini?

Bumi Sikerei, 27 Januari 2018. Malam minggu petaka bagi jomblowan abadi. Salam Rindu Rumah.

Post a Comment

0 Comments